Kamis, 31 Maret 2011

Pengembangan bahan ajar menyimak,berbicara,menuli: Pengembangan bahan ajar menyimak,berbicara,menuli:...

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Program : X/Umum

Semester : I

Alokasi Waktu : 2x45 menit

Standar Kompetensi : Mendengarkan

1. Menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik (berita dan

nonberita)

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi unsur sastra suatu cerita yang disampaikan secara

langsung atau melalui rekaman

Indikator

1. Menyampaikan unsur intrinsik dari cerita yang didengar

2. Menyampaikan unsur ekstrinsik dari cerita yang didengar

3. Menanggapi unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman

I. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik dari cerita yang didengar.

2. Siswa dapat menyampaikan unsur ekstrinsik dari cerita yang didengar.

3. Siswa dapat menanggapi unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.

II. Materi Pembelajaran

Cerpen dibangun oleh unsur pembangun cerita yang sama. Unsur pembangun tersebut, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu dan tidak langsung memengaruhi cerita.

1. Unsur intrinsik a.l.

◄Tema adalah gagasan pokok atau ide yang mendasari pembuatan sebuah karya sastra

◄Tokoh adalah orang (individu) rekaan yang ada dalam imajinasi pengarang yang

dituangkan ke dalam cerita.

◄Penokohan adalah pelukisan atau gambaran yang jelas tentang tokoh yang

ditampilkan dalam cerita.

◄Latar (setting) adalah latar belakang peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam

cerita (karya sastra).

◄Alur (plot) adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satu dengan yang

lain dan membentuk sebuah cerita.

◄Sudut Pandang (point of view) adalah cara pengarang mengungkapkan ceritanya.

◄Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang lewat karya yang dibuat.

2. Unsur ekstrinsik a.l.

◄Sikap, keyakinan dan pandangan hidup pengarang yang memengaruhi karya sastra

yang ditulisnya.

◄Latar belakang kehidupan pengarang di antaranya keadaan di lingkungan pengarang

seperti ekonomi, politik, dan sosial.

◄Psikologi pengarang, yaitu keadaan kejiwaan pengarang ketika menulis karyanya.

◄Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain.

III. Metode Pembelajaran

3.1 Strategi Pembelajaran : Diskoveri Inkuiri

3.2 Model Pembelajaran : Inkuiri

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran

No.

Struktur

Kegiatan

Waktu

1.

2.

3.

Kegiatan Awal

Kegiatan Inti

Kegiatan Akhir

- melakukan absensi

- orientasi, menyampaikan KD, tujuan pembelajaran

- apersepsi mengenai unsur yang membangun karya sastra prosa

- motivasi

EKSPLORASI

- Siswa mendengarkan cerita yang disampaikan.

- Siswa menemukan unsur intrinsik dan ekstrinsik dari cerita yang didengar.

ELABORASI

- Siswa menulis unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita yang didengar.

- Siswa menulis unsur ekstrinsik yang terdapat dalam cerita yang didengar.

KONFIRMASI

- Salah satu siswa menyampaikan hasil pekerjaannya di depan kelas.

- Siswa yang lain memberikan tanggapan terhadap unsur intrinsik dan eksrinsik yang disampaikan.

- Guru memberikan umpan balik terhadap siswa.

- Guru memberikan kesempatan siswa bertanya.

- Guru bersama siswa membuat simpulan.

- Guru mengadakan evaluasi.

- Guru memberikan tugas rumah.

- Guru menutup pelajaran.

10 menit

20 menit

20 menit

20 menit

20 menit

V. Alat dan Sumber belajar

5.1 Sumber Belajar : buku penunjang Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas

X oleh Alex Suryanto dan Agus Haryanta halaman

9-12

VI. Penilaian

6.1 Jenis Penilaian : tes

6.2 Bentuk/Teknik Penilaian : tugas individu, unjuk kerja

6.3 Instrumen

Bacalah dalam hati cerita “Peradilan Rakyat”, kemudian jawablah pertanyaan berikut!

1. Apa tema cerpen itu?

2. Sebutkan tokoh dalam cerita tersebut!

3. Bagaimana karakter tokoh dalam cerita tersebut?

4. Bagaimana latarnya?

5. Bagaimana cara pengarang cerpen menuturkan ceritanya?

Kunci Jawaban

1. Tema dari cerpen itu adalah keadilan di dalam kehidupan harus ditegakkan bagaimana pun adanya

2. Pengacara Tua dan Pengacara muda

3. a.Pengacara Tua : Memiliki sikap yang mau membela keadilan dan kebenaran
sesuai dengan hukum. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut.
“… Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuripencuri keadilan yang
bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah
yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak
belajardari buku itu.”
Ia pun memiliki sikap mau mewariskan sikap sewajarnya dalam menghadapi
persoalan kepada anaknya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut.
“Jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan
deskripsi-deskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrindoktrin
beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai
suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini.”
b. Pengacara Muda: Ia memiliki watak yang mau belajar dan berani membela
kebenaran sesuai dengan apa yang telah diwariskan oleh ayahnya tersebut. Hal ini dibuktikan dengan apa yang dia ucapkan:
“Aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan
keadilan di negeri yang sedang kacau ini.”
Pengacara Muda ini pun memiliki keteguhan sendiri yang tidak terpengaruh oleh
orang lain, bahkan ayahnya sekalipun. Ia minta bicara dengan ayahnya tersebut
dengan memosisikan diri sebagai orang lain.Ia pun mempunyai sikapp berani
mengemukakan melawan arus. Ia berani bicara dengan pendiriannya sendiri yang
berbeda dengan garis pendirian ayahnya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
berikut.
“…Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap
kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk
menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak
memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan
yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah
keadilan itu sendiri.”

4. Latar yang terjadi dalam cerpen itu suasana di rumah sang
Pengacara Tua. Anda dapat menentukan latar tempat yang sesuai dengan penafsiran
Anda sendiri. Latar sosial dalam cerita ini menyangkut keadaan negeri yang carut
marut dalam hal keadilan, yaitu korupsi yang merajalela.

5. Cara pengarang dalam menuturkan cerita adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang yang biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung,
…. Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang
Berdasarkan pada kutipan diatas, diketahui penggunaan tokoh “ia” dan subjek lain dengan kata ganti pengacara muda.

Pengeskoran

Skor maksimal 100

- Jawaban sangat sempurna 20

- Jawaban sempurna 18

- Jawaban kurang semprna 10

- Jawaban menyimpang 5

- Tidak menjawab 0

VII. Tugas Terstruktur

Tugas Terstuktur

Bacalah cerpen yang Anda sukai, kemudian carilah

1. Unsur intrinsik

2. Unsur ekstrinsik

Mengetahui ........................... 2010

Kepala SMAN Guru bahasa Indonesia,

\

Peradilan Rakyat

Putu Wijaya

Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.
“Tapi aku datang tidak sebagai putramu,” kata pengacara muda itu, “aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini.”
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.
“Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?”
Pengacara muda tertegun. “Ayahanda bertanya kepadaku?”
“Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini.”
Pengacara muda itu tersenyum.
“Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku.”
“Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu.”
Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.
“Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri.”
Pengacara tua itu meringis.
“Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan.”
“Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!”
Pengacara tua itu tertawa.
“Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!” potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.
“Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan,” sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, “jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini.”
Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.
“Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog.”
“Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya.”
“Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.
Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.
Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini.”
Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.
“Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya.”
“Lalu kamu terima?” potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
“Bagaimana Anda tahu?”
Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: “Sebab aku kenal siapa kamu.”
Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
“Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya.”
Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
“Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?”
“Antara lain.”
“Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku.”
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
“Jadi langkahku sudah benar?”
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.
“Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?”
“Tidak! Sama sekali tidak!”
“Bukan juga karena uang?!”
“Bukan!”
“Lalu karena apa?”
Pengacara muda itu tersenyum.
“Karena aku akan membelanya.”
“Supaya dia menang?”
“Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku.”
Pengacara tua termenung.
“Apa jawabanku salah?”
Orang tua itu menggeleng.
“Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang.”
“Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan.”
“Tapi kamu akan menang.”
“Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang.”
“Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini.”
Pengacara muda itu tertawa kecil.
“Itu pujian atau peringatan?”
“Pujian.”
“Asal Anda jujur saja.”
“Aku jujur.”
“Betul?”
“Betul!”
Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
“Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?”
“Bukan! Kenapa mesti takut?!”
“Mereka tidak mengancam kamu?”
“Mengacam bagaimana?”
“Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?”
“Tidak.”
Pengacara tua itu terkejut.
“Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?”
“Tidak.”
“Wah! Itu tidak profesional!”
Pengacara muda itu tertawa.
“Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!”
“Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?”
Pengacara muda itu terdiam.
“Bagaimana kalau dia sampai menang?”
“Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!”
“Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?”
Pengacara muda itu tak menjawab.
“Berarti ya!”
“Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!”
Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.
“Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok.”
“Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut.”
“Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?”
“Betul.”
“Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.
Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional.”
Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
“Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”
Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.
“Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional.”
“Tapi…”
Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
“Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam.”
Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.
“Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai.”
Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.
“Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku,” rintihnya dengan amat sedih, “Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?” ***

Jawaban Tugas intrinsik
1. Adapun tema dari cerpen ini adalah keadilan di dalam kehidupan harus ditegakkan bagaimana pun adanya.
2. Latar yang terjadi dalam cerpen ini suasana di rumah sang
Pengacara Tua. Anda dapat menentukan latar tempat yang sesuai dengan penafsiran
Anda sendiri. Latar sosial dalam cerita ini menyangkut keadaan negeri yang carut
marut dalam hal keadilan, yaitu korupsi yang merajalela.
3. untuk penokohan dalam cerpen ini antara lain:
a. Pengacara Tua : Memiliki sikap yang mau membela keadilan dan kebenaran
sesuai dengan hukum. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut.
“… Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuripencuri keadilan yang
bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah
yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak
belajardari buku itu.”
Ia pun memiliki sikap mau mewariskan sikap sewajarnya dalam menghadapi
persoalan kepada anaknya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut.
“Jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan
deskripsi-deskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrindoktrin
beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai
suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini.”
b. Pengacara Muda: Ia memiliki watak yang mau belajar dan berani membela
kebenaran sesuai dengan apa yang telah diwariskan oleh ayahnya tersebut. Hal ini dibuktikan dengan apa yang dia ucapkan:
“Aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan
keadilan di negeri yang sedang kacau ini.”
Pengacara Muda ini pun memiliki keteguhan sendiri yang tidak terpengaruh oleh
orang lain, bahkan ayahnya sekalipun. Ia minta bicara dengan ayahnya tersebut
dengan memosisikan diri sebagai orang lain.Ia pun mempunyai sikapp berani
mengemukakan melawan arus. Ia berani bicara dengan pendiriannya sendiri yang
berbeda dengan garis pendirian ayahnya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan
berikut.
“…Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap
kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk
menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak
memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan
yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah
keadilan itu sendiri.”

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Program : X/Umum

Semester : I

Alokasi Waktu : 2x45 menit

Standar Kompetensi : Berbicara

2. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan

perkenalan, berdiskusi, dan bercerita

Kompetensi Dasar : 2.1 Memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan

intonasi yang tepat

Indikator

1. Mengucapkan kalimat perkenalan dengan lancar dan intonasi yang tidak monotun

2. Menggunakan diksi yang tepat

3. Menanggapi kekurangan yang terdapat dalam pengucapan kalimat perkenalan oleh

teman

4. Memperbaiki pengucapan kalimat yang kurang tepat

I. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat mengucapkan kalimat perkenalan dengan lancar dan intonasi yang tidak

monotun.

2. Siswa dapat menggunakan diksi yang tepat.

3. Siswa dapat menanggapi kekurangan yang terdapat dalam pengucapan kalimat

perkenalan oleh teman.

4. Siswa dapat memperbaiki pengucapan kalimat yang kurang tepat.

II. Materi Pembelajaran

Memperkenalkan diri dan orang lain ditentukan oleh keterampilan berbahasa. Kalimat sapaan bergantung pada konteks pembicaraan yang meliputi siapa pesertanya dan bagaimana tujuan acaranya. Cara memperkenalkan diri dan orang lain bergantung pada situasi dan acara, yaitu resmi atau tidak resmi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat memperkenalkan diri dan orang lain sebagai berikut.

1. Jenis acara

2. Susunan keseluruhan acara

3. Informasi tentang orang yang akan diperkenalkan

4. Tata bicara

III. Metode Pembelajaran

3.1 Model Pembelajaran : STAD

IV. Langkah - Langkah Pembelajaran

No.

Struktur

Kegiatan

Waktu

1.

2.

3.

Kegiatan Awal

Kegiatan Inti

Kegiatan Akhir

- melakukan absensi

- orientasi, menyampaikan KD, tujuan pembelajaran

- apersepsi perkenalan

- motivasi

EKSPLORASI

- Siswa duduk berdasarkan kelompok.

- Siswa menemukan kalimat yang benar dan efektif

untuk memperkenalkan diri dan kelompoknya.

ELABORASI

- Setiap kelompok maju untuk memperkenalkan diri dan kelompoknya.

KONFIRMASI

- Siswa memberikan tanggapan terhadap penyampaian perkenalan kelompok lain.

- Guru memberikan umpan balik terhadap siswa.

- Guru memberikan kesempatan siswa bertanya.

- Guru bersama siswa membuat simpulan.

- Guru mengadakan evaluasi.

- Guru menutup pelajaran

10 menit

15 menit

30 menit

25 menit

10 menit

V. Alat dan Sumber Belajar

Sumber Belajar : buku penunjang Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas

X oleh Alex Suryanto dan Agus Haryanta hal.89-90,

LKS hal.26

VI. Penilaian

6.1 Jenis Penilaian : nontes

6.2 Bentuk/Teknik Penilaian : Tugas kelompok, unjuk kerja

6.3 Penilaian psikomotor

No.

Hal yang Dinilai

Kisaran Skor

Perolehan Skor

1.

2.

3.

4.

Vokal

Intonasi

Kalimat yang dipakai

Tata bicara

Jumlah Skor

0 – 4

0 – 4

0 – 4

0 – 4

16


Keterangan

- sangat tepat skor 4

- tepat skor 3

- kurang tepat skor 2

- tidak tepat skor 1

Nilai : jumlah perolehan skor = …. × 100% = ….

skor maksimum 16

6.4 Penilaian afektif

Pengamatan dilakukan sewaktu Perkenalan

No.

Hal yang Dinilai

Kisaran Skor

Perolehan Skor

1.

2.

3.

4.

Keseriusan memperkenalkan diri dan orang lain

Kemampuan menghargai kelompoknya

Kemauan mendengarkan pendapat orang lain

Kemampuan memberikan tanggapan

Jumlah Skor

0 – 4

0 – 4

0 – 4

0 – 4

16


…..

Nilai : jumlah perolehan skor = ……. × 100% = ….

skor maksimum 16

Mengetahui .............................2010

Kepala SMAN , Guru bahasa Indonesia,

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

kelas/Program : XII/IA,IS

Semester : I

Alokasi Waktu : 2x45 menit

Standar Kompetensi : Menulis

Mengungkapkan informasi dalam bentuk surat dinas, laporan,

resensi

Kompetensi Dasar : Menulis resensi buku pengetahuan berdasarkan format baku

Indikator

1. Mencatat identitas buku

2. Mendaftar pokok-pokok isi buku

3. Mencatat kelebihan dan kekurangan isi buku

4. Menulis resensi buku dengan memperhatikan kelengkapan unsur-unsur resensi

I. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat mencatat identitas buku.

2. Siswa dapat mendaftar poko-pokok isi buku.

3. Siswa dapat mencatat kelebihan dan kekurangan isi buku.

4. Siswa dapat menulis resensi buku dengan memperhatikan kelengkapan unsur-

unsur resensi.

II. Materi Pembelajaran

Pada dasarnya menulis resensi buku nonfiksi sama dengan menulis resensi buku fiksi, yakni harus mengandung,

1. judul resensi (menarik dan harus menggambarkan isi buku)

2. identitas buku (judul buku, pengarang, nama kota dan penerbit, jumlah halaman, harga buku)

3. kepengarangan (latar belakang pengarang dan buku yang diresensi)

4. inti cerita (diungkapkan secara singkat dan menarik)

5. persoalan yang muncul dalam buku

6. penilaian tentang unsur intrinsic (kelebihan dan kekurangan buku)

7. simpulan (ajakan kepada pembaca untuk membaca buku)

Contoh resensi ada pada buku penunjang halaman 67-68

III. Metode Pembelajaran

3.1 Strategi pembelajaran : Diskoveri Inkuiri

3.2 Model Pembelajaran : Inkuiri

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran

No.

Struktur

Kegiatan

Waktu

1.

2.

3.

Kegiatan Awal

Kegiatan Inti

Kegiatan Akhir

- melakukan absensi

- orientasi, menyampaikan KD, tujuan pembelajaran

- apersepsi mengenai resensi

- motivasi

EKSPLORASI

- Siswa mencatat identitas buku.

- Siswa mendaftar pokok-pokok isi buku.

ELABORASI

- Siswa mencatat kelebihan dan kekurangan buku.

- Siswa menulis resensi.

KONFIRMASI

- Salah seorang siswa menyampaikan resensi yang telah ditulis di depan kelas.

- Siswa yang lain memberikan komentar.

- Guru memberikan umpan balik kepada siswa.

- Guru memberikan kesempaan siswa bertanya.

- Guru dan siswa membuat simpulan.

- Guru mengadakan evaluasi.

- Guru memberikan tugas rumah.

- Guru menutup pelajaran.

5 menit

20 menit

30 menit

20 menit

15 menit

V. Alat san Sumber Belajar

Sumber Belajar : buku penunjang Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas

XII oleh Alex Suryanto dan Agus Haryanta hal. 67-68,

LKS hal. 52-54, LKS 63-66

VI. Penilaian

6.1 Jenis Tagihan : tugas individu, unjuk kerja

6.2 Bentuk Instrumen : kuis

6.3 Instrumen

Bacalah resensi yang terdapat LKS hal 52-53, kemudian jawablah!

1. Apa judul buku dan judul resensi tersebut?

2. Tentukan unsur yang ada dalam resensi tersebut!

3. Buku tersebut cocok dibaca oleh siapa?

4. Bagaimana identitas buku tersebut?

6.4 Kunci Jawaban

1. Judul resensi: Bukan Sekadar Mengeluarkan Suara

Judul buku : Private dan Public Speaking

2. Unsur yang ada a.l. langkah pembuka resensi, isi buku, keunggulan dan

kelemahan buku, nilai buku

3. Cocok dibaca oleh pejabat, presenter, pembaca berita radio, televisi,

dan pembaca umum yang berkeinginan dipandang sebagai lawan bicara

yang bermartabat.

4. Identitas buku

Judul : Private and Public Speaking

Penulis : Rustica C. Carpio dan Anacleta M. Encamacion

Penerjemah : A. Rahman Zainuddin

Tebal : xii+340 halaman

Penerbit : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Terbit : April 2006

6.5 Pengeskoran

Skor maksimal 100

- Jawaban sangat sempurna skor 25

- Jawaban sempurna skor 20

- Jawaban kurang sempurna skor 10

- Jawaban tidak sempurna skor 5

- Tidak menjawab skor 0

VII. Tugas Terstruktur dan Tugas Mandiri

7.1 Tugas Terstruktur

Bacalah resensi pada buku penunjang hal 67-68, kemudian jawablah

pertanyaan yang berhubungan dengan resensi!

7.2 Tugas Mandiri

Carilah buku nonfiksi, kemudian buatlah resensinya!

Mengetahui ..............................2010

Kepala SMAN Guru bahasa Indonesia,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar